Mudahan-mudahan Alloh mengakaruniakan kepada kita seorang suami yang menjadi imam, yang akan membimbing kita pada kesempurnaan iman dan takwa kepada Alloh. Dan mudah-mudahan kita dihindarkan dari hadirnya seorang calon suami yang tak mengerti tanggungjawab “keimamannya”, sumber fitnah dan kesengsaraan batin bagi istri dan keluarga. Na’udzubillah…
Setelah doa dipanjatkan, ada ikhtiar yang harus dilakukan. Ada ilmu yang harus dipahami kemudian menjadikannya sebagai keyakinan di dalam hati. Ini mengenai calon suami. Ketika kita benar-benar memiliki kesiapan untuk menikah, hal apakah yang perlu diketahui?. Bagaimana menentukan calon suami yang baik, yang kelak bisa menjadi imam bagi istri dan anak-anaknya?
Sulit tidaknya menentukan calon suami adalah perkara subyektif bagi masing-masing orang. Sebagian berasumsi mudah untuk mendapatkan suami yang cocok dengan yang diharapkan. Apalagi menurut yang sudah saling kenal, sudah lama pacaran, luar dalamnya si calon suami sudah diukur dan diuji dengan matang. Tanggung jawab, penyayang, perhatian, mapan dan sedikit tampan. Begitu kira-kira hasil penilaian akhir yang kemudian memantapkan seorang wanita untuk menikah dengan sang pacar.
Anehnya, ukuran-ukuran yang sudah diuji beberapa kali dalam masa-masa interaksi sebelum nikah itu kadang dan bahkan sering meleset dari harapan. Tak sedikit perhatian dan ungkapan rasa cinta suaminya yang berubah menjadi asing dan “mahal” ketika sudah berada dalam bingkai rumah tangga. Layaknya kelapa yang tinggal ampasnya. Tak ada manisnya lagi dalam interaksi, seakan terus habis seiring perjalanan usia. Bosan, tidak betah, puber kedua atau apalah istilah yang sering jadi alasan. Kenyataan tak sesuai harapan. Rumah selalu terisi dengan kekecewaan, Keluh kesah, dan penyesalan. “kau bukan yang dulu lagi..”, Lirik lagu yang dibawakan oleh Dewi Yull ini bisa menjadi hits paling sering disenandungkan pada masa-masa seperti ini.
Kenapa terjadi demikian?. Padahal dahulu katanya sudah kenal luar dalam?. Wallohu A’lam. Hanya yang kita ketahui bersama, bahwa rumah tangga rusak disebabkan karena rumah tangga itu tidak barokah. Sedangkan penyebab ketidakbarokahan rumah tangga itu ada banyak. Yang paling besar adalah disebabkan kekeliruan dalam niat dan proses-proses sebelum nikah. Ada baiknya kita renungkan Sabda Rosululloh berikut ini : Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan laki-laki itu meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu di barokahinya !!
Barokah itu, ya barokah. Dialah yang menentukan baik tidaknya perjalanan sebuah rumah tangga. Salah niat ketika menikah bisa mendatangkan ketidakbarokahan. Mungkin seorang wanita tidak gila harta, tidak menikah karena harta calon suami, tapi apakah dia sudah memperhatikan agama dan akhlaknya?. Padahal buruknya agama dan akhlak seorang calon suami adalah akar ketidakbarokahan. Ada kalimat menarik dari ustadz Didik Purwodarsono yang dikutip oleh Ustadz Fauzil A’dhim dalam buku ”saatnya Untuk Menikah”. Kata beliau :
Cara untuk belajar menjadi Istri terbaik hanyalah melalui suami. Cara untuk belajar menjadi suami terbaik hanyalah melalui istri. Tidak bisa melalui pacaran. Pacaran hanya mengajarkan bagaimana menjadi pacar terbaik, bukan suami atau istri terbaik.