Jumat, 29 Juli 2011

Apa arti sebuah eksistensi diri

Sebuah ungkapan yang barangkali sudah sering kita dengar “Cogito Ergo Sum”,(saya berfikir maka saya ada) bila kita berbicara mengenai eksistensi diri seseorang. Itulah ungkapan yang keluar dari seorang filsuf Perancis Rene Descartes. Bagi saya eksistensi diri itu penting untuk dipertanyakan pada diri kita. Bagi saya eksistensi diri adalah manifestasi dari kualitas diri, seseorang tidak akan diakui eksistensinya apabila ia tidak memiliki kualitas yang secara mencolok berbeda atau lebih dari orang lain. Bukan asal berbeda tetapi juga berkualitas. Anak Baru Gede biasanya akan mencari ekspresi untuk menunjukkan bahwa ia bukan anak-anak lagi. Mereka ingin diakui eksistensinya sebagai anak yang sudah dewasa dengan ekspresi yang kadang aneh.

Sesungguhnya eksistensi adalah sesuatu yang inherent pada diri seseorang. Tidak usah menonjol-nonjolkan diri kalau memang memiliki kelebihan maka orang lain akan mengakui kelebihan tersebut. Tinggal bagi kita sekarang akan diarahkan kemana diri kita. Orang yang berorientasi pada materi tentu akan sibuk mengejar materi untuk menunjukkan eksistensi dirinya yang diukur dengan uang. Orang yang berorientasi pada karier tentu akan disibukkan dengan aktivitas yang menungjang kariernya. Orang yang berorientasi pada keberhasilan anak-anaknya tentu akn berusaha semaksimal mungkin agar anak-anaknya berhasil. Bagi saya semua sah-sah saja, karena itu adalah pilihan hidup. Yang menjadi persoalan adalah jika kita ingin diakui eksistensi diri kita tetapi menggunakan cara-cara yang tidak sehat dan tidak mengikuti hukum alam. Bahwa siapa yang menanam tentu berhak untuk memanen hasilnya. Kalau tidak menanam kebaikan jangan berharap akan memanen kebaikan.

Rabu, 20 Juli 2011

hidup itu pilihan

Menentukan pilihan hidup memang bukan perkara mudah, apalagi jika resiko didalamnya diperkirakan sama-sama memiliki imbas yang cukup besar yang tidak hanya pada diri sendiri tapi juga pada orang disekitarnya.
Dalam posisi seperti ini, rasionalitas jelas harus dijaga agar selalu lebih unggul daripada emosi hati. Meski sudahlah mafhum rasanya tidak ada rasionalitas yang meluap-luap, sebaliknya yang sering ada adalah emosi yang meluap-luap. Dengan kata lain, kalaulah ada “the power of nekad”, maka tentu harus pula diimbangi dengan “rasa syukur yang dahsyat!”
Dan karena hidup itu sendiri adalah pilihan, maka sesulit apapun mau tidak mau tetap harus memilih. Kalau sudah begini, rasanya penting untuk dicatat seperti apa kata Albert Einstein, ” berupayalah tidak hanya menjadi manusia yang sukses, tapi juga menjadi manusia yang bernilai.”
Maka pilihan hidup yang baik tentu tidak hanya semata agar menjadi manusia yang sukses, tapi juga bagaimana menjadi manusia yang bernilai.
Oh .. betapa indahnya! … bila tidak hanya sebatas kata-kata …